BincangSyariahCom – Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.Ketentuan itu menuai kritik karena dinilai justru bisa legalkan seks bebas di kampus. (Baca: Kekerasan Seksual Bukan Salah Perempuan?Ini Hukuman kebiri dalam pandangan Islam dan Hak Asasi Manusia.. Kejahatan kekerasan seksual di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hukuman pidana bagi pelaku kekerasan seksual sebagaimana tercantum dalam KUHP dan UU Perlindungan Anak dianggap belum efektif sehingga Pemerintah menerbitkan UU Nomor 17 mahasiswa dan berbagai macam tindakan kekerasan lainnya telah Carilah ayat dan hadis yang berhubungan dengan toleransi! 2. Jelaskan pesan-pesan yang terdapat pada ayat dan hadis yang kamu temukan banyak orang yang menghujat dan berakhir dengan kekerasan. Islam melarang perilaku kekerasan terhadap siapa pun. Allah Swt. berfirman: Ranahpsikologi menjelaskan ada enam jenis emosi dasar yang ada pada manusia. Emosi gembira, sedih, takut, muak atau jijik, terkejut, dan marah. Tidak hanya di dalam dunia ilmu pengetahuan, emosi juga sudah tercantum di dalam kitab suci umat Islam, yaitu Al-quran dan juga dibahas di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. selainitu dijelaskan dalam sebuah hadits di dalam kitab shahih al-bukhary, riwayat abu hurairah r.a, rasulullah bersabda, “barangsiapa yang di sisinya ada sesuatu dari hasil penganiayaan untuk saudaranya, baik yang mengenai keperwiraan atau kehormatan saudaranya itu atau pun sesuatu yang lain, maka hendaklah meminta kehalalannya pada Bahkan wacana tentang hubungan agama (I slam) dan radikalisme belakangan ini semakin menguat seiring dengan munculnya berbagai tindakan kekerasan dan lahirnya gerakan-gerakan radikal, khususnya pasca pristiwa 9 September 2001 di New York, Washinton DC, dan Philadelphia, yang kemudian diikuti pengeboman di 1 Pengertian Jihad Dan Terorisme. Secara etimologis, jihad berasal dari bahasa Arab jihad yang berarti mencurahkan segala kemampuan untuk bekerja dalam menegakkan kebenaran yang diyakini berasal dari Tuhan. Kata ini adalah derivasi dari kata jah􀀀ada yajh􀀀udu yang Artinya "bersungguh-sungguh dalam suatu masalah" (Al-Bannâ’, 2005:ix). tLfzI8h. Menjadi Muslim yang Toleran dan Menjauhi Kekerasan Pengertian Toleransi dan Kekerasan Toleransi berasal dari kata toleran yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara bahasa etimologi toleransi bisa diartikan dengan kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Secara istilah terminologi toleransi adalah sifat atau sikap menghargai, membiarkan, membolehkan penidirian pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu peribadahan penganut agama lain. Toleransi dalam arti lebih luas adalah sikap menahan diri untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang yang berpikiran berbeda dan memiliki pendapat berbeda. Adapun yang dimaksud dengan kekerasan adalah penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang tertentu. Kekerasan dapat berupa ucapan maupun kekerasan fisik. Dulu ada ungkapan "Mulutmu harimaumu". Jika kita tidak pandai-pandai menjaga mulut, maka mulut kita bisa berubah menjadi harimau yang menyerang, mencabi-cabik, dan mengoyak diri kita sendiri. Sekarang perkembangan teknologi sudah sangat pesat. Lewat jaringan internet manusia bisa berhubungan dan saling menyapa, di mana dan kapan saja dia berada, selagi masih terkoneksi dengan internet. Bermunculanlah media sosial-media sosial via internet yang dapat dimantfaatkan banyak orang. Dengan hadirnya berbagai media sosial tersebut maka kita harus pandai dan bijak dalam menggunakannya. Kalau dulu " mulutmu harimaumu", sekarang bisa menjadi "Jempolmu harimaumu", " Jarimu harimaumu", "Statusmu harimaumu", dan lain-lain yang semisalnya. Artinya, jangan sampai gara-gara tidak bijak dalam menggunakan media sosial akhirnya berujung di jeruji besi karena terkena Undang-undang ITE. Maka bijaklah dalam menggunakan media sosial. Dimanfaatkan sebaik-baiknya, misalnya untuk belajar, bertukar pikiran, dan saling berbagi informasi serta ilmu pengetahuan. Ayat dan Hadits Tentang Toleransi A. Al-Quran Surat Yunus [10] 40-41 Ayat 40 ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﻪِ ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻣَﻦْ ﻻ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﻪِ ﻭَﺭَﺑُّﻚَ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﺎﻟْﻤُﻔْﺴِﺪِﻳﻦَ “Di antara mereka ada orang- orang yang beriman kepada Al Qur’an, dan di antaranya ada pula orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang- orang yang berbuat kerusakan.” Ayat 41 ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺬَّﺑُﻮﻙَ ﻓَﻘُﻞْ ﻟِﻲ ﻋَﻤَﻠِﻲ ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﻋَﻤَﻠُﻜُﻢْ ﺃَﻧْﺘُﻢْ ﺑَﺮِﻳﺌُﻮﻥَ ﻣِﻤَّﺎ ﺃَﻋْﻤَﻞُ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺑَﺮِﻱﺀٌ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ " Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”. ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ idhar halqi, karena ada nun sukun bertemu Ha [Keterangan bila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf hamzah, ha, kho, 'ain, ghoin, Ha maka dibaca jelas, dalam istilah tajwid disebut idhar halqi] ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻣَﻦْ idgham mimi/idgham mitslain, karena ada mim bertemu mim [bila ada mim sukun bertemu mim maka dibaca dengung, dalam istilah tajwid disebut idgham mimi/idgham mitslain] ﻣَﻦْ ﻻ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﻪِ idgham bilaaghunnah, karena ada nun sukun bertemu lam [keterangan bila ada nun sukun atau tanwin bertemu huruf lam dan ro maka dibaca masuk ke huruf tersebut dan tidak berdengung, dalam istilah tajwid disebut idgham bilaaghunnah] ﺑِﺎﻟْﻤُﻔْﺴِﺪِﻳﻦَ idhar qomariyah/al qamariyyah, karena al/alif lamnya terbaca jelas [keterangan bila ada al ta'rif/al ma'rifat bertemu huruf-huruf qamariyah maka dibaca jelas] Hadits Tentang Toleransi "Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu ia berkata, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam pernah ditanya oleh seseorang "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah 'Azza wa Jalla?". Beliau Shalallahu alaihi wa sallam menjawab "Agama yang lurus dan toleran". HR. Ahmad Ayat dan Hadits Tentang Sikap Menghindarkan Diri dari Tindakan Kekerasan QS. Al-Maidah 5 ayat 32 مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأرْضِ لَمُسْرِفُونَ Artinya “Oleh karena itu Kami tetapkan suatu hukum bagi Bani Israel, bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi”. Hadits Tentang Menghindarkan Diri dari Tindakan Kekerasanعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -عَنْ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -قَالَ‏‏ ‏"‏ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ‏"‏‏.‏ Artinya "Dari 'Abdullah bin 'Amr bin 'Ash Radhiyallahu 'Anhuma, dari Nabi Shalallahu 'alaihi wa Sallam beliau bersabda "Orang Islam itu adalah orang yang seluruh orang Islam lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Sedang orang yang hijrah itu adalah orang yang hijrah berpindah/meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah. HR. Bukhari dan Muslim - Wakil Sekretaris Jenderal Wasekjen Majelis Ulama Indonesia Bidang Perempuan Badriyah Fayumi memberi tanggapannya mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT. Menurutnya, Islam melarang semua bentuk kezaliman termasuk kepada isteri, perempuan dan anak. Badriyah mengatakan bahwa ayat dalam Alquran dan Hadist Nabi Muhammad mendorong setiap orang untuk menghentikan segala kezaliman dan kemunkaran. "Banyak ayat dan hadis yang menjelaskan larangan kekerasan terhadap perempuan baik fisik, psikis, ekonomi maupun seksual," ucap Badriyah yang dikutip dari laman MUI, Rabu 9/2/2022. Kaitannya dengan menghentikan kedzaliman dan kemunkaran yang tertulis dalam Alquran dan Hadist, Badriyah mengatakan bahwa menolong korban menjadi hal yang harus dilakukan. "Menolong orang yang didzalimi berarti menolong korban KDRT agar mendapatkan akses keadilan dan pemulihan," ujarnya. Dalam memandang masalah KDRT, dirinya mengajak agar setiap muslim hendaknya menolong orang yang terdzalimi melalui tindakan yang membuat pelaku kekerasan menjadi jera. “Menolong orang yang zalim berarti melakukan tindakan-tindakan, baik hukum maupun non hukum, terhadap pelaku agar bertobat, bertanggungjawab dan tidak mengulangi perbuatannya,” pungkasnya. Baca juga Ceramahnya Viral karena Dianggap Normalisasi KDRT, Oki Setiana Dewi Minta Maaf, Tegaskan Tolak KDRT Baca juga Jaringan Muslim Madani Komentari Ceramah Oki Setiana Dewi KDRT Bukan Aib, Tapi Kriminal Baca juga KDRT Meningkat, Kasus Bunuh Diri di Jepang Bertambah 16% pada Gelombang Kedua Covid-19 Respons MUI Terkait Ceramah Oki Setiana Dewi Tidak Semua KDRT Harus Disimpan Rapat-Rapat Ketua Majelis Ulama Indonesia MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Muhammad Cholil Nafis, memberikan tanggapan terkait viralnnya video ceramah Aktris, Oki Setiana Dewi. Seperti diketahui, sosok Oki tengah menjadi sorotan usai ceramahnya yang disebut menormalisasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT, viral di media sosial. Dalam cuplikan video yang beredar, Oki menceritakan kisah yang disebutnya nyata, tentang pasangan suami istri di Jeddah, Arab Saudi. Ia menceritakan seorang suami yang memukul istrinya, luluh lantaran sang istri tak mengadukan perbuatannya pada ibunya. Mengenai ceramah yang disampaikan Oki, Cholil menilai tak semua KDRT disimpan rapat-rapat. Sejarah manusia dipenuhi dengan kekerasan. Apakah keadaannya akan terus begini? Bagaimana Allah memandang kekerasan? APA KATA ORANG Banyak orang, bahkan yang beragama, menganggap bahwa membalas dengan kekerasan saat dipancing adalah hal yang wajar. Jutaan orang menganggap film kekerasan berterima. APA KATA ALKITAB Di bagian utara Irak, dekat kota Mosul, terdapat reruntuhan kota Niniwe yang megah. Ini adalah ibu kota Imperium Asiria kuno . Saat kota itu sedang berada dalam masa kejayaannya, Alkitab menubuatkan bahwa Allah akan ”menjadikan Niniwe tempat yang tandus dan telantar”. Zefanya 213 ”Aku akan menjadikan engkau tontonan,” kata Allah. Alasannya? Niniwe adalah ”kota penumpahan darah”. Nahum 11; 31, 6 ”Orang yang suka menumpahkan darah . . . sangat Yehuwa benci,” kata Mazmur 56. Reruntuhan Niniwe membuktikan bahwa Allah bertindak sesuai dengan perkataan-Nya. Kekerasan berawal dari musuh utama Allah dan manusia yaitu Setan Si Iblis. Yesus Kristus menyebut dia ”pembunuh”. Yohanes 844 Selain itu, karena ”seluruh dunia berada dalam kuasa si fasik”, sikap orang-orang pada umumnya mencerminkan karakter si fasik. Ini terlihat dari sikap orang-orang yang sangat menyukai film kekerasan. 1 Yohanes 519 Untuk menyenangkan Allah, kita harus membenci kekerasan dan mengasihi apa yang Allah kasihi. * Apakah mungkin? ”Yehuwa . . . membenci siapa pun yang mengasihi kekerasan.”​—Mazmur 115. Dapatkah orang kasar berubah? APA KATA ORANG Kekerasan adalah sifat bawaan manusia yang tidak bisa diubah. APA KATA ALKITAB Singkirkan ”kemurkaan, kemarahan, hal-hal yang buruk, cacian, dan perkataan cabul”. Ayat itu juga mengatakan, ”Tanggalkan kepribadian lama bersama praktek-prakteknya, dan kenakanlah kepribadian baru.” Kolose 38-10 Apakah nasihat ini terlalu sulit untuk dilakukan? Tidak. Orang bisa berubah. * Bagaimana caranya? Pertama, dapatkan pengetahuan yang benar tentang Allah. Kolose 310 Sewaktu mempelajari sifat dan prinsip Allah yang menyentuh hati, orang yang tulus akan mendekat kepada Allah dan mau menyenangkan Dia.​—1 Yohanes 53. Kedua, dalam hal memilih teman. ”Jangan berteman dengan siapa pun yang lekas marah; dan jangan bergaul dengan orang yang kemurkaannya mudah meledak, agar engkau tidak terbiasa dengan jalan-jalannya dan benar-benar menjadi jerat bagi jiwamu.”​—Amsal 2224, 25. Ketiga, berkaitan dengan pemahaman. Kecenderungan untuk menyukai kekerasan menunjukkan kelemahan serius dalam mengendalikan diri. Tapi, orang yang suka damai lebih kuat karena sanggup mengendalikan diri. ”Ia yang lambat marah lebih baik daripada pria perkasa,” kata Amsal 1632. ”Kejarlah perdamaian dengan semua orang.”​—Ibrani 1214. Apakah kekerasan akan berakhir? APA KATA ORANG Dari dulu kekerasan sudah ada dan akan terus ada. APA KATA ALKITAB ”Dan hanya sedikit waktu lagi, orang fasik tidak akan ada lagi . . . Tetapi orang-orang yang lembut hati akan memiliki bumi, dan mereka akan benar-benar mendapatkan kesenangan yang besar atas limpahnya kedamaian.” Mazmur 3710, 11 Allah akan menyelamatkan orang yang lembut hati dan suka damai dengan membinasakan orang yang cinta kekerasan, seperti yang Ia lakukan terhadap orang Niniwe dulu. Akhirnya, kekerasan tidak akan ada lagi!​—Mazmur 727. “Orang-orang yang berwatak lembut . . . akan mewarisi bumi.”​—Matius 55 Maka, sekaranglah saatnya untuk mencari perkenan Allah dengan memupuk sikap suka damai. Menurut 2 Petrus 39, ”Yehuwa . . . sabar kepada kamu karena ia tidak ingin seorang pun dibinasakan tetapi ingin agar semuanya bertobat.” ”Mereka akan menempa pedang-pedang mereka menjadi mata bajak dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas.”​—Yesaya 24. Untuk menetapkan status hukum bagi pelaku dan korban kekerasan seksual, penting artinya kita memahami definisi kekerasan itu sendiri. Sebuah tindakan disebut sebagai kekerasan pada dasarnya adalah karena dalam tindakan tersebut menyimpan makna aniaya dhalim. Jika diksi “kekerasan” ini kita lekatkan pada “seksual” sehingga membentuk frasa “kekerasan seksual”, maka yang dimaksud dengan kekerasan seksual adalah semua tindakan yang mengandung “unsur aniaya” yang berorientasi pada kasus seksual. Tentu definisi ini masih tergolong prematur khususnya bila dikaitkan dengan syariat, sebab memerlukan banyak perincian dan penjelasan. Penting memahami frasa “unsur aniaya” untuk membedakannya dengan “kasus perzinaan”, karena dalam setiap kekerasaan seksual terdapat unsur perzinaan. Namun, tidak dengan kasus perzinaan, yang mana kadang tidak masuk dalam bagian definisi kekerasan itu sendiri. Setiap perbuatan aniaya, terlekat substansi makna pemaksaan ikrah. Kita ambil contoh misalnya kasus pemerkosaan. Pemerkosaan merupakan tindakan yang dhalim aniaya. Kezaliman itu disebabkan adanya unsur pemaksaan ikrah untuk melakukan hubungan persenggamaan terhadap orang lain sehingga menyebabkan luka fisik, berupa hilangnya kehormatan. Kasus ini akan sangat berbeda dengan kasus perselingkuhan, meskipun sama-sama berujung pada hubungan persenggamaan antara dua orang. Untuk kasus perselingkuhan, bagi “pelaku” persenggamaan dapat dikategorikan sebagai pelaku zina. Namun, kasusnya berbeda dengan korban selaku penderita, ia tidak bisa dimasukkan sebagai pelaku zina, sebab persenggamaan itu ada disebabkan karena adanya unsur paksaan tersebut. Korban dalam hal ini merupakan orang yang dipaksa mukrah. Demikian juga dengan kasus persenggamaan dengan sesama jenis, yang mana dalam hal ini bisa dikategorikan dalam dua kelompok. Awalnya, ia bisa dikategorikan sebagai kekerasan, namun di sisi lain, tindakan ini juga bisa dikategorikan sebagai bukan kekerasan. Titik beda antara kekerasan dan tidaknya, bergantung pada ada atau tidaknya unsur ikrah pemaksaan yang merupakan bagian dari tindakan aniaya dhalim. Apabila keduanya sama-sama kedapatan unsur “menikmati tindakan” sehingga tidak ada “pelaku” dan “penderita” – karena keduanya sama-sama lebur sebagai pelaku, maka kasus persenggamaan sejenis tidak bisa dikategorikan sebagai kekerasan, melainkan ia masuk kategori perzinaan. Jika mencermati pada keberadaan unsur ikrah dan aniaya, maka pada hakikatnya kasus kekerasan seksual dalam syariat ini juga mencakup kasus pelecehan seksual. Hal ini sebagaimana tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra 32, Allah SWT berfirman وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًاArtinya “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” QS. Al-Isra 32Di dalam ayat ini, Allah SWT melarang seorang hamba melakukan perbuatan mendekati zina. Tindakan mendekati zina ini digambarkan sebagai tindakan 1 fâhisyah tabu dan 2 seburuk-buruknya jalan. Contoh dari perbuatan fâkhisyah tabu ini misalnya adalah pandangan yang bernuansa menelanjangi terhadap lawan jenis atau sesama jenisnya, baik sendirian atau di depan umum sehingga berujung pada upaya menghilangkan kehormatan seseorang. Itulah sebabnya, syariat memerintahkan menahan pandangan bagi muslimin dan muslimat serta perintah menutup aurat. Allah SWT berfirman di dalam QS. Al-Nûr 30قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". QS An-Nur ayat 30Substansi dari ayat ini adalah perintah menahan pandangan, menjaga farji dan menjaga aurat yang merupakan pintu masuk bagi pelecehan seksual. Hal ini sebagaimana tercermin dari penafsiran yang disampaikan oleh Al-Thabary dalam kitab tafsir Jâmi’u al-Bayân li Ayi al-Qurân 353 يقول تعالى ذكره لنبيه محمد ﷺم قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ بالله وبك يا محمد يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ يقول يكفوا من نظرهم إلى ما يشتهون النظر إليه، مما قد نهاهم الله عن النظر إليه وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ أن يراها من لا يحلّ له رؤيتها، بلبس ما يسترها عن أبصارهم ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ ـArtinya “Allah SWT mengingatkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW Katakan kepada kaum mukmin, Demi Allah dan Demi Kamu, wahai Muhammad agar menahan matanya, yakni menahan diri dari memandang sesuatu yang mengundang selera mata namun dilarang oleh Allah SWT dari memandangnya, dan menjaga farjinya dari diperlihatkan kepada orang yang tidak halal baginya melihat, menutup anggota tubuh dari pandangan mereka. Demikian itu merupakan yang paling bersih buat mereka.” Ibn Jarir al-Thabary, Jâmi’u al-Bayân li Ayi al-Qur’ân, Beirut Dar al-Ma’rifah, tt. 353Namun, tidak semua pandangan ke lawan jenis juga bisa dikategorikan sebagai bentuk pelecehan seksual. Sebagaimana ini tercermin dari QS. Al-Nûr 31, Allah SWT berfirman وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ“Dan katakanlah kepada wanita beriman “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki mereka, atau putera saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan –pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” QS An-Nur ayat 31Berdasarkan ayat ini, ada beberapa pihak yang diperbolehkan memandang hal-hal yang sejatinya adalah tabu fâhisyah bila dilakukan oleh orang lain yang tidak masuk dalam rumpun pihak sebagaimana disebutkan dalam teks ayat. Namun, karena juga tidak menutup kemungkinan adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang yang sebenarnya dalam kondisi normal adalah boleh memandangnya, maka diperlukan batasan syar’i dalam hal ini. Contoh kasus ini misalnya adalah pandangan ayah terhadap anak perempuannya yang sudah dewasa, meraba atau mencium bagian organ vital dan sejenisnya. Sampai di sini, maka batasan syar’i itu diperlukan terkait dengan pelecehan dan kekerasan seksual. Untuk mengetahui batasan syar’i suatu kasus disebut sebagai telah melakukan pelecehan dan kekerasan seksual atau tidak, maka kita cermati firman Allah SWT dalam QS. Al-Mukminun هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَىَٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فمن ابتغي ورآء ذلك فأولئك هم العادونArtinya “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari dibalik itu, maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.”Di dalam Tafsir Al-Qurthuby, halaman 342 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ابتغي di dalam ayat ini adalahـ ابتغى أي من طلب سوى الأزواج والولائد المملوكة له Artinya “Ibtagha adalah orang yang mencari pelampiasan hajat seksual pada selain istri dan budak perempuan yang dimilikinya.” Ibn Jarir al-Thabary, Jâmi’u al-Bayân li Ayi al-Qur’ân, Beirut Dar al-Ma’rifah, tt. 342Sementara itu yang dimaksud dengan العادون adalah فأولئك هم العادون أي المجاوزون الحد ؛ من عدا أي جاوز الحد وجازه Artinya “Mereka adalah orang-orang yang al-âdûn, yaitu orang yang melampaui batas yang diperbolehkan.” Ibn Jarir al-Thabary, Jâmi’u al-Bayân li Ayi al-Qur’ân, Beirut Dar al-Ma’rifah, tt. 342Sebagai kesimpulan dari bahasan ini, adalah bahwa pada dasarnya yang dimaksud kekerasan seksual adalah karena keberadaan substansi ikrah pemaksaan dan berlaku aniaya dhalim terhadap korban kekerasan. Pelaku kekerasan disebut sebagai orang yang memaksa mukrih, sementara korban yang dipaksa disebut sebagai mukrah. Karena keberadaan unsur aniayanya, maka korban kekerasan juga bisa disebut sebagai madhlûm orang yang dianiaya. Untuk orang yang memaksa, dia bisa masuk ke dalam kategori pezina zâni namun tidak bagi korbannya. Dengan tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku pemaksa adalah dari kalangan orang yang sebenarnya halal bagi korban, maka kita tarik makna dari pada pelecehan dan kekerasan seksual dalam syariat adalah “segala tindakan yang melampaui batas syariat yang dilakukan terhadap 1 orang yang menjadi hak dan tanggung dari pelaku, atau tindakan perzinaan dengan orang lain yang disertai adanya ancaman, atau persetubuhan yang dilakukan tidak pada Miss V-nya dengan dasar paksaan. Wallâhu a’ Muhammad Syamsudin, Ketua Tim Perumus BM Qanuniyah Munas NU 2019 dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim Kekerasan dalam rumah tangga KDRT tidak khusus terjadi pada kelompok agama tertentu. UN Women Indonesia mengungkapkan satu dari tiga perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual. WHO mencatat satu dari lima perempuan di dunia mengalami pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan juga mencatat sepanjang 2019, sedikitnya terjadi kasus KDRT di Indonesia. Di Australia, satu dari enam perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual, dari pasangan saat ini atau sebelumnya. Meski demikian, beberapa laporan media di sana menimbulkan perhatian mengenai KDRT di komunitas Muslim, dan seringkali menghubungkannya dengan Surat An-Nisa ayat 34. Kesalahpahaman ini tidak hanya menjadi kesalahan di komunitas Australia, akan tetapi juga disalahpahami secara luas di komunitas Muslim. Beberapa individu dan organisasi Muslim berkomentar tentang An-Nisa ayat 34 tanpa pemahaman yang tepat tentang konteksnya. Ini hanya menambah kesalahpahaman tentang apa pandangan Islam tentang KDRT. Pandangan Islam terhadap kekerasan rumah tangga Pandangan Islam terhadap KDRT bersumber dari Al-Qur'an, kebiasaan Nabi Muhamad Sunnah, sejarah, dan fatwa ulama. Al-Quran dan Sunnah dengan jelas menggambarkan hubungan antarpasangan. Al-Qur'an mengatakan bahwa hubungan itu didasarkan pada ketentraman, cinta tanpa syarat, kelembutan, perlindungan, dukungan, kedamaian, kebaikan, kenyamanan, keadilan, dan belas kasih. Nabi Muhammad, memberi contoh langsung tentang cita-cita hubungan pernikahan dalam kehidupan pribadinya. Tidak ada perkataan Muhammad yang lebih jelas tentang tanggung jawab suami terhadap istrinya selain tanggapannya ketika ditanya Beri dia makanan saat kamu mengambil makanan, beri dia pakaian ketika kamu membeli pakaian, jangan mencaci wajahnya, dan jangan memukulinya. Muhammad lebih lanjut menekankan pentingnya sikap baik terhadap perempuan dalam perjalanannya. Pelanggaran terhadap hak perempuan dalam perkawinan sama dengan pelanggaran perjanjian perkawinan itu dengan Tuhan. Kekerasan terhadap seorang perempuan juga dilarang karena bertentangan dengan hukum Islam, khususnya tentang kehidupan dan akal, dan perintah Al-Qur'an tentang kebenaran dan perlakuan baik. Kekerasan dalam rumah tangga dilihat dengan konsep kerugian darar dalam hukum Islam. Ini termasuk kegagalan suami untuk memberikan kewajiban keuangan nafkah untuk istrinya, tidak hadirnya suami dalam waktu lama, ketidakmampuan suami untuk memenuhi kebutuhan seksual istrinya, atau perlakuan sewenang-wenang anggota keluarga terhadap istri. Pada abad ke-17, selama Kekaisaran Turki Usmani, vonis hukum dikeluarkan terhadap suami yang melakukan kekerasan dalam beberapa kasus KDRT. Islam mengizinkan istri yang dilecehkan untuk mengklaim kompensasi di bawah ta'zir hukuman jasmani. Ahli hukum Suriah abad ke-19 Ibnu Abidin mengatakan ta'zir wajib dikenakan untuk … laki-laki yang memukuli istrinya secara berlebihan dan “mematahkan tulang”, “membakar kulit”, atau “menghitamkan” atau “memar kulitnya”. Bagaimana dengan An-Nisa ayat 34? Tetapi jika Islam mengutuk semua bentuk kekerasan terhadap perempuan, bagaimana dengan An-Nisa ayat 34? Terjemahan dari ayat ini berbunyi Laki-laki suami itu pelindung bagi perempuan istri, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain perempuan, dan karena mereka laki-laki telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur pisah ranjang, dan kalau perlu pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. Ayat ini secara khusus membahas masalah hukum nusyuz, yang secara kontroversial diterjemahkan sebagai ketidaktaatan istri, pembangkangan terang-terangan, atau kelakuan buruk. Ini penting karena prinsip umum yang digunakan adalah bahwa seorang istri berhak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya sesuai dengan pedoman hukum Islam. Satu-satunya pengecualian dari hak ini adalah ketika dia nusyuz. Perdebatan tentang An-Nisa ayat 34 di dunia Barat khususnya terkait dengan terjemahan bahasa Inggris. Tidak ada terjemahan yang akurat dari ayat ini; ini menambah masalah bagi penutur bahasa Inggris. Ada tiga kata khusus qawwamuna, nushuzahunna, dan wadribuhunna yang muncul dalam ayat ini dan sering salah diartikan, terutama karena kurangnya kata-kata yang setara dalam bahasa Inggris. Yang menjadi masalah utama adalah bagaimana kata wadribuhunna diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Ada ketidaksepakatan di antara para pembahas Al-Qur'an berbahasa Inggris tentang cara terbaik untuk menerjemahkan kata ini. Semua terjemahan yang ada memberikan konotasi negatif yang eksplisit, dan ketika dibacakan di luar konteks semakin memperburuk kesalahpahaman. Tidak satu pun akademisi Muslim klasik dan kontemporer berpendapat bahwa wadribuhuna sebenarnya berarti “memukul” istri, terlepas dari bagaimana terjemahan bahasa Inggris menerjemahkan artinya. Para ahli telah melakukan segala upaya untuk menetapkan kondisi ketat yang mengatur wadribuhunna, yang merupakan upaya terakhir dalam kegagalan perkawinan yang disebabkan oleh nusyuz istri. Jadi, setiap kekerasan dan paksaan terhadap perempuan yang digunakan untuk mengontrol atau menaklukkan dianggap penindasan dan tidak dapat diterima dalam Islam, bahkan jika itu dibolehkan dalam praktik budaya. Artikel ini diterjemahkan oleh Agradhira Nandi Wardhana dari bahasa Inggris.

ayat dan hadits tentang larangan tindakan kekerasan